Detik-detik Kelahiran

 

Kelahiran adalah saat yang paling ditunggu-tunggu, apalagi jika sudah mendekati HPL. Semakin deg-degan rasanya. Tetapi, apa saja yang sebenarnya terjadi pada mereka yang akan melahirkan? Apa yang membuat proses melahirkan menjadi lama atau bahkan sangat cepat?

Nieke Permanik (29 tahun) Pegawai Negeri Sipil, mama dari  Nicole Allysha (5 bulan) tinggal di Muenchen Jerman, menemani suami yang tengah studi di sana.

HPL saya tanggal 6 januari 2013 tapi pada tanggal 22 desember 2012 sekitar pukul 03.30 dinihari saya merasa ingin buang air kecil dan mulas seperti mau pup. Saat di toilet yang keluar malah cairan bening dan perut bertambah mulas. Selesai pup cairannya tidak berhenti keluar, seperti tumpah. Lalu saya telp taksi dan pergi ke rumah sakit. Tak lama keluar flek. Peraturan di sini (muenchen-Jerman) jika ketuban belum pecah belum diperbolehkan masuk rumah sakit, pasien disuruh pulang kembali.

Tapi karena ketuban saya sudah pecah dan keluar flek saya diperbolehkan standby di rumah sakit. Dari jam 5 pagi hingga jam 10 pembukaan saya masih tetap satu. Lalu suster menyarankan saya untuk berjalan kaki untuk merangsang kontraksi tapi tidak ada kemajuan. Suster  lalu mencoba memasukkan tangannya ke vagina untuk merangsang kontraksi dan memberi saya pil 2x.  sampai sore pembukaan saya baru 3 namun kontraksi makin sering dan karena tidak tahan saya meminta untuk disuntik epidural (disini namanya peridual).  Ini membuat saya trauma karena pemasangan epidural di sumsum tulang belakang sangat sakit.
Karena pembukaan tidak juga bertambah, dilakukan induksi sampai akhirnya pembukaan 7. Dari pembukaan 7 ke 10 hanya memakna waktu 2-3 jam.  Dokter datang saat pembukaan 8. Saat pembukaan 10 tak terasa kepala bayi nongol dan saya hanya perlu mengejan 3 kali hingga akhirnya baby keluar dengan selamat. Saat itu pukul 20.46. Leganya rasanya. Disini operasi caesar adalah pilihan terakhir. Padahal saya sudah 17 jam pecah ketuban.

Asri Megatari (26thn), presenter seputar indonesia, mama dari Bhre Rainala Satria (4 bln), Bekasi

Saya sudah mulai merasakan kontraksi palsu (braxton hick) di minggu 35. Pada minggu ke 39, sekitar jam 01.30 dini hari, saya merasakan kontraksi tapi saya tahan untuk tidak memberitahukan siapapun , karena saya pikir nanti juga akan hilang. Namun ternyata jeda kontraksi  makin pendek, dari 30 menit sekali menjadi 15 menit lalu 10 menit sekali.
Jam 04.30 saya membangunkan ibu saya (waktu itu saya masih tinggal di rumah orangtua) tapi kata ibu kalau belum keluar flek belum saatnya melahirkan.  Saya tahan tapi perut makin mulas akhirnya jam 5 pagi  saya membangunkan suami dan memintanya mengantar ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit sudah pembukaan 2.  Jeda kontraksi 5 menit sekali tapi sampai jam 1 siang masih pembukaan 2. Jam 2 siang diukur CTG, interval kontraksi mundur jadi 10 menit sekali.

Suster menyarankan berjalan kaki untuk merangsang kontraksi. Jam  4 interval kontraksi  mundur menjadi 15 menit sekali. Suster menyarankan induksi tapi saya menolak.  Saya tidak mau memaksa bayi lahir, terserah dia mau lahir jam berapa.
 Jam 6 kontraksi makin kuat dan sering, pembukaan 3. Saya dimasukkan ke kamar bersalin, kontraksi makin kuat dan sering tapi ketuban belum pecah juga. Akhirnya saat pembukaan 8 ketuban dipecahkan dengan sengaja atas saran bidan. Dokter datang saat pembukaan 8. Karena saya tidak melakukan senam hamil saya tidak tahu teknik mengejan yang benar jadi saya kehabisan tenaga sebelum baby lahir.
Padahal tinggal sekali dorong, kata dokter. Akhirnya dokter melakukan tindakan dengan alat  vakum.

Ine Mira Cantika (29thn) karyawan swasta, mama dari Almeera Clarasasti (3 minggu), Bandung.

Minggu, 28 April 2013 saya masuk rumah sakit  karena mulas dan ternyata sudah pembukaan 1. Untuk mempercepat proses pembukaan, saya di balon, saya tidak tahu apa istilah medisnya. Dari jam 5 sore sampai jam 22.30 malam, pembukaan baru naik sampai 2 dan rasa mulas makin kuat, karena tidak tahan  akhirnya balonnya dilepas. Sampai senin pagi belum ada kemajuan pembukaan dan saya meminta pulang ke rumah karena takut mendengar teriakan dan jeritan seorang ibu yang tengah melahirkan di ruang sebelah.

Selasa tgl 30 April 2013 dini hari tiba-tiba keluar  cairan dari vagina seperti pipis tapi banyak dan tidak bias saya tahan. Jangan-jangan ini cairan ketuban, pikir saya. Paginya saya memutuskan  ke rs dan dugaan saya benar,  ketuban sudah pecah. Dokter menyarankan induksi. Rasanya sakit luar biasa. Dari  sekitar jam 11 sampai  jam 3 sore diinduksi, bukaan baru mencapai 6. Saking sakitnya saya menjerit, berteriak dan   memarahi suami.

Karena sakitnya luar biasa saya menyerah dan minta operasi. Suami konsultasi ke dokter. Untuk mengurangi rasa sakit dokter  memutuskan memberi epidural, itu sekitar jam 4 sore.  Anestesi lokal yang diisuntik di bagian punggung tulang belakang,  sehingga saat bukaan naik terus saya tidak merasa kesakitan.

Pukul  jam 19.00 suster bilang bukaan sudah sempurna. Karena memakai  
epidural saya mati rasa dari pinggang sampai kaki jadi saya tidak bisa mengejan.  
Jam 19.20 dokter melakukan  tindakan.  Dokter dibantu 3 orang suster dan suami yang setia mendampingi berusaha mengeluarkan bayi yg memang rada susah dikeluarin. Akhirnya dokter memutuskan memakai  alat vakum untuk mengeluarkan bayi saya yangg ternyata tali pusatnya kelilit di leher. Alhamdulillah jam 19.40 bayi saya akhirnya keluar dengan selamat. Bayi perempuan dengan berat 3.058 kg dan tinggi 51 cm keluar dengan sehat dan sempurna.



 



Artikel Rekomendasi