Alex Noerdin Jadi Saksi Rizal Abdullah di Sidang Kasus Korupsi Wisma Atlet

Dalam dakwaan jaksa untuk Rizal, Alex menyatakan kesiapan Sumsel menjadi tuan rumah SEA Games XXVI pada 2011 dengan membangun Wisma Atlet dan Gedung

Editor: Sudarwan
SRIPOKU.COM/ABDUL HAFIZ
Gubernur Sumsel, Ir H Alex Noerdin SH 

SRIPOKU.COM, JAKARTA - Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, menjadi saksi dalam sidang perkara dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010-2011 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (31/8/2015).

Politikus Partai Golkar itu bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi Sumatera Selatan, Rizal Abdullah.

"Setelah selesai baru kita ngobrol," kata Alex di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (31/8/2015).

Dalam dakwaan jaksa untuk Rizal, Alex menyatakan kesiapan Sumsel menjadi tuan rumah SEA Games XXVI pada 2011 dengan membangun Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna.

Alex kemudian menyampaikan surat bantuan pembangunan Wisma Atlet kepada Menteri Pemuda dan Olahraga yang saat itu dijabat Andi Mallarangeng. Kini Andi ditahan dan terseret kasus ini.

Jaksa juga menyebut Alex memberi arahan kepada Komite Pembangunan Wisma Atlet untuk mengkaji desain dan perencanaan milik Direktur Utama PT Triofa Perkasa, perusahaan subkontraktor PT Duta Graha Indah (GDI).

Padahal penetapan pemenang lelang pembangunan wisma atlet di Jakabaring, Palembang belum dilakukan.

Rizal didakwa menerima komisi Rp359 juta dan 4.468,34 dolar AS dari PT Duta Graha Indah karena memenangkan perusahaan tersebut sebagai pemenang tender pembangunan wisma atlet dan gedung serba guna.

Sehingga Rizal didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Pasal itu mengatur mengenai setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara yang terancam pidana seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sumber: Tribunnews
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2024 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved